Yogyakarta – Setiap kali bulan September tiba, langit Nusantara menyambut kedatangan para pengembara bersayap dari belahan bumi utara. Salah satu yang paling mencuri perhatian dengan keanggunan terbangnya dan ketahanan luar biasa menghadapi perjalanan panjang adalah Daralaut kumis (Chlidonias hybrida), burung migran tangguh yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat persinggahannya.

Burung mungil namun perkasa ini menempuh perjalanan ribuan kilometer dari kawasan berbiaknya di Rusia, Mongolia, dan Tiongkok, menuju wilayah yang lebih hangat dan kaya pakan di Asia Tenggara hingga Australia. Setiap tahun, mereka melintasi samudra luas dan terpaan badai hanya untuk bertahan hidup. Menariknya, sejumlah individu muda bahkan memilih tinggal lebih lama di Indonesia dan baru kembali ke habitat asal ketika sudah cukup dewasa untuk berbiak.

 

Pengembara Tangguh di Jalur Migrasi Dunia

Migrasi panjang Dara laut kumis bukan sekadar perjalanan berpindah tempat, melainkan perjuangan alamiah penuh ketangguhan. Burung ini mampu menavigasi jarak ribuan kilometer dengan naluri alami yang menakjubkan, menembus cuaca ekstrem dan hembusan angin laut tanpa henti. Kehadirannya menjadi indikator penting bahwa jalur migrasi burung di kawasan Asia Timur–Australasia masih terjaga dengan baik, sekaligus menandakan bahwa ekosistem pesisir dan rawa di Indonesia masih berfungsi sebagai tempat singgah yang aman bagi satwa migran dunia.

 

Morfologi dan Daya Tarik

Secara fisik, Dara Laut Kumis berukuran sekitar 25 sentimeter dengan dahi putih dan ekor sedikit menggarpu. Saat musim berbiak, penampilannya tampak mencolok dengan kepala hitam pekat, tubuh abu-abu, pipi putih, dan paruh merah. Di luar musim berbiak, bulunya berubah menjadi lebih pucat dengan paruh hitam. Daya tarik visualnya ini sering membuatnya menjadi objek favorit bagi pengamat burung dan fotografer alam liar.

Sebagai pemburu ulung di perairan dangkal, Dara Laut Kumis gemar memangsa serangga, berudu, kepiting kecil, hingga ikan yang berenang di permukaan air. Gaya berburu khasnya—terbang rendah sambil menukik tajam menyambar mangsa—menjadi pemandangan yang memukau di langit pesisir. Saat berbiak di habitat utara, burung ini membangun sarang di atas rerumputan rawa atau vegetasi air. Mereka sering bersarang berkoloni bersama burung laut lain seperti Camar Kepala-hitam, agar lebih terlindung dari predator seperti rubah.

 

Status Konservasi

Dara Laut Kumis termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Secara global, populasinya masih melimpah dan tersebar luas, sehingga oleh IUCN dikategorikan berisiko rendah terhadap kepunahan (Least Concern). Spesies ini juga tidak tercantum dalam daftar Appendix CITES, yang berarti perdagangannya tidak dibatasi secara khusus, namun tetap perlu diawasi agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.

Balai KSDA Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk terus menjaga kelestarian ekosistem pesisir, rawa, dan tambak yang menjadi habitat penting bagi berbagai jenis burung migran, termasuk Dara laut kumis. Upaya menjaga kebersihan lingkungan, tidak melakukan perburuan liar, serta melestarikan kawasan perairan alami menjadi langkah penting dalam mendukung keberlangsungan siklus migrasi satwa ini.

Kehadiran Dara laut kumis menjadi pengingat bahwa Indonesia tidak hanya menjadi rumah bagi satwa endemik, tetapi juga tempat singgah bagi para pengembara dari berbagai penjuru dunia. Melindungi mereka berarti menjaga keseimbangan alam yang lebih luas dan memastikan bahwa langit Nusantara tetap menjadi jalur aman bagi para pengelana bersayap yang setia datang setiap tahun.

 

 

Penulis naskah: Tri Hastuti Swandayani, S.Kom., M.Si. (Penata Layanan Operasional/Humas BKSDA Yogyakarta)

Editor: Tim Humas BKSDA Yogyakarta

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)