Jakarta – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan bahwa kasus penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan kasus lama yang terungkap pada September 2024 dan saat ini tengah berproses di pengadilan.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa pihak TNBTS berperan dalam membantu pengungkapan lokasi ladang ganja tersebut. Mereka menurunkan Polisi Hutan, Manggala Agni, serta memanfaatkan teknologi drone untuk memetakan area yang diduga menjadi tempat penanaman ganja. Dari hasil pemetaan tersebut, ditemukan 59 titik yang kemudian dilakukan pencabutan tanaman serta proses hukum lebih lanjut.

“Jadi, temuan ini sebenarnya sudah sejak September 2024. Saat itu, Polri melakukan penyelidikan dan menangkap tersangka pemilik ladang ganja. Kami dari Taman Nasional membantu mengungkap di mana ladang ganja tersebut,” ujar Satyawan dalam keterangan tertulisnya.

Ia menambahkan bahwa sejak awal hingga proses pengadilan, pihaknya terus mengawal kasus ini dan berkomitmen memperketat patroli guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

“Jadi, mulai dari awal, penemuan ladang ganja itu, sampai dengan pembersihan dan proses pengadilan kita terus melakukan pengawalan. Dan kita harapkan ke depan tidak ada lagi ladang ganja di taman nasional dengan patroli-patroli yang lebih intensif oleh petugas-petugas kita,” tambahnya.

Menanggapi isu yang beredar, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni meluruskan bahwa penutupan TNBTS tidak berkaitan dengan penemuan ladang ganja tersebut. Ia menegaskan bahwa Kemenhut bersama Balai Besar TNBTS bekerja sama dengan kepolisian untuk menemukan ladang ganja menggunakan drone.

“Bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menemukan ladangnya segala macam dan itu tidak terkait dengan penutupan taman nasional. ‘kan isunya, oh sengaja ditutup supaya tanaman ganjanya tidak ketahuan,” tegas Raja Juli Antoni.

Antoni juga membantah tuduhan yang menyebut larangan penggunaan drone terkait dengan upaya menutupi kasus ini. “InsyaAllah, staf kami tidak ada yang seperti itu. Paling-paling mereka nanamnya singkong,” ujarnya berkelakar.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang lebih ketat di kawasan konservasi serta penguatan kerja sama antarinstansi untuk menjaga kelestarian taman nasional dari aktivitas ilegal.

Salam lestari!

 

Sumber informasi: Kementerian Kehutanan

Penulis naskah: Desy Rachmawati, S.S. (Pranata Humas Ahli Pertama BKSDA Yogyakarta)

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)