Yogyakarta – Pada Kamis (24/10/2024), Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Tasikmalaya melakukan studi banding ke Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Batu Gamping, Yogyakarta, yang dikelola oleh Balai KSDA Yogyakarta. Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari Pengelolaan geoheritage di Geosite Batu Gamping dalam rangka mendukung pengajuan Geopark Galunggung sebagai situs geoheritage yang sedang dipersiapkan oleh Bappelitbangda Tasikmalaya.

Pengelolaan geosite Batu Gamping Yogyakarta sendiri mencakup tiga aspek utama, yakni aspek geologi, budaya (culture heritage), dan unsur kehati atau keragaman hayati (bioheritage). Di kawasan geosite ini, potensi geologinya sangat berharga, yakni berupa Batu Gamping yang memiliki nilai penting sebagai salah satu elemen geoheritage—yang terbentuk dari batuan di lautan dangkal. Batu Gamping yang ada di kawasan Ambarketawang, Gamping, Sleman ini mengandung lapisan-lapisan yang terbentuk oleh terumbu karang, foraminifera, alga, dan kerang. Lapisan-lapisan tersebut kemudian terendapkan akibat adanya gelombang besar. Peristiwa ini terjadi berulang kali, seiring dengan kenaikan dan penurunan dari permukaan air sehingga terbentuklah batu gamping.

Dalam studi banding tersebut juga dijelaskan bahwa kawasan CA dan TWA Batu Gamping memiliki unsur budaya yang kuat. Di kawasan geopark ini, terdapat sebuah altar yang tiap bulan Sapar selalu dipakai untuk upacara tradisional Bekakak. Hal ini tentunya akan memperkuat peran penting kawasan CA dan TWA Batu Gamping sebagai bagian dari culture heritage. Lebih lanjut lagi, ada petilasan Ambarketawang, yang merupakan bagian dari peninggalan sejarah Keraton Yogyakarta—dan hal ini menjadi salah satu daya tarik utama dalam kegiatan studi banding ini.

Selain culture heritage, aspek bioheritage yang dimiliki CA dan TWA Batu Gamping pun tak kalah penting. Banyaknya pohon yang tumbuh di sekitar kawasan telah menjadi habitat bagi beberapa jenis flora dan fauna. Hal ini tentu memperkaya keanekaragaman hayati yang ada di kawasan CA dan TWA Batu Gamping. Dengan aspek-aspek yang saling berkesinambungan tersebut, telah menunjukkan bagaimana kawasan ini menjadi miniatur geopark dengan perpaduan geoheritage, culture heritage, dan bioheritage yang saling melengkapi.

Pertukaran informasi dan pembelajaran

Selama kunjungan ini, para peserta studi banding mendapatkan paparan mengenai pentingnya nilai-nilai tersebut (kesinambungan antara geoheritage, culture heritage, dan bioheritage), khususnya dalam konteks pengelolaan geopark. Hal ini tentunya menjadi sangat relevan dengan Bappelitbangda Tasikmalaya yang tengah mempersiapkan Geopark Galunggung sebagai calon geopark nasional. Pertukaran informasi antara BKSDA Yogyakarta dan Bappelitbangda Tasikmalaya ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta informasi baru mengenai pengelolaan situs geoheritage—terutama dalam hal integrasi aspek geologi, budaya, serta keanekaragaman hayati.

Kunjungan lapangan ini menjadi momen penting untuk melihat secara langsung kondisi geosite dan mendiskusikan potensi pengembangan serupa di Tasikmalaya. Dengan adanya studi banding ini, juga diharapkan menjadi referensi dalam pengelolaan geopark Galunggung sehingga nantinya bisa memenuhi syarat sebagai situs geoheritage yang layak diverifikasi. Selain mendapatkan materi tentang CA dan TWA Batu Gamping, Bappelitbangda juga diajak untuk melakukan minitour pengamatan batu gamping secara langsung. Dalam minitour tersebut, para peserta juga mendapatkan penjelasan mengenai proses-proses geologis terbentuknya batu gamping. Para peserta juga ditunjukkan fosil yang masih tersisa di batu gamping tersebut.

Tidak hanya itu, para peserta juga diajak untuk melihat petilasan yang merupakan peninggalan sejarah dari Kraton Yogyakarta. Kemudian, studi banding ini diakhiri dengan penyerahan souvenir dari BKSDA Yogyakarta kepada Bappelitbangda Tasikmalaya. Nah, dengan adanya studi banding ini, Bappelitbangda Tasikmalaya memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai pengelolaan geosite yang terintegrasi, serta bagaimana elemen geoheritage ini dapat dikembangkan menjadi daya tarik yang lebih luas—baik untuk segi pendidikan, penelitian, hingga pariwisata.

Salam geopark!

 

 

Sumber informasi: Donna Susanti, S.Hut., M.P.A. (Penyuluh Kehutanan Ahli Madya); Santi Pratiwi, S.Hut., M.Sc., Ph.D. (Penyuluh Kehutanan Ahli Muda)

Penulis naskah: Desy Rachmawati, S.S. (Pranata Humas Ahli Pertama BKSDA Yogyakarta)

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)