Yogyakarta – Jogja Biodiversity Festival 2024 telah resmi dibuka, dengan tujuan utama mengumpulkan data terkait herpetofauna, yakni amfibi dan reptil, di wilayah Kabupaten Sleman. Festival ini diinisiasi oleh Balai KSDA Yogyakarta, Yayasan Wahana Gerakan Lestari Indonesia (WAGLERI), Fakultas Biologi UGM, Kampung Satwa, dan para pemerhati. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga melibatkan berbagai mitra, seperti GL Zoo, Sanjaya Reptil Indonesia (SRI), Suraloka Interactive Zoo, dan lainnya.

Dalam laporannya, Ketua Panitia, Gunawan, S.Si. mengungkapkan bahwa data yang dikumpulkan selama festival ini bersifat terbuka dan dapat digunakan oleh siapa saja, untuk berbagai keperluan, terutama dalam mendukung penelitian ilmiah dan upaya pelestarian lingkungan. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta, Lukita Awang Nistyantara, S.Hut., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa data yang dihasilkan dari kegiatan ini sangat penting sebagai alat dalam pengambilan keputusan serta untuk membangun ‘Big Data’ yang dimanfaatkan semua pihak demi tujuan pembangunan berkelanjutan.

Para penggemar herpetologi, lanjutnya, memiliki informasi berharga yang dapat dimanfaatkan lebih luas, terutama dalam kaitannya dengan konservasi keanekaragaman hayati. Kemudian, Dekan Fakultas Biologi UGM, yang diwakili oleh Ruy Eprilurahman, S.Si., M.Sc., menyatakan dukungan penuh terhadap festival ini. Dalam paparannya, Ruri menjelaskan hubungan erat antara amfibi dan reptil sebagai kelompok hewan yang bergantung pada lingkungan. Kedua kelompok ini masuk dalam kategori herpeton, yakni makhluk yang perutnya menyentuh tanah saat beristirahat.

Ketua Penggalang Herpetologi Indonesia (PHI) juga menyampaikan pentingnya mengubah persepsi masyarakat terkait herpetofauna. Saat ini, sebagian besar masyarakat masih menganggap hewan-hewan ini menjijikkan dan berbahaya. Namun, melalui kegiatan ini diharapkan pandangan tersebut dapat berubah, dan masyarakat makin memahami bahwa amfibi maupun reptil memiliki peran penting dalam ekosistem dan layak untuk dilindungi.

Pada sesi pertama, Ruri Eprilurahman, S.Si., M.Sc., memaparkan teknis dasar identifikasi amfibi dan reptil. Amfibi seperti katak memiliki kemampuan bernapas melalui kulit dan paru-paru, sementara reptil sepenuhnya bergantung pada paru-paru. Peserta festival diajarkan untuk memotret karakter khusus dari setiap spesies yang mereka temukan guna mempermudah identifikasi.

Selain itu, Irwan dari tim PHI menjelaskan teknik pengambilan sampel secara aman. Di mana pengamatan visual dan penggunaan jebakan menjadi dua metode utama dalam mendata keberadaan herpetofauna di lapangan. Irwan juga menekankan pentingnya memahami habitat dan waktu aktif dari berbagai spesies, seperti kadal yang sering berjemur di pagi hari untuk mendapatkan panas. Kegiatan ini juga melibatkan teknologi dalam pendataan. Data yang dikumpulkan akan diintegrasikan melalui aplikasi e-Naturalis, yang memudahkan peserta dalam melakukan tagging foto dan memetakan temuan di lapangan. Aplikasi ini memungkinkan evaluasi berkala terhadap wilayah yang sudah atau belum tercakup sehingga area yang belum terdokumentasikan dapat menjadi fokus perhatian berikutnya.

Di sesi berikutnya, Setiawan Yanis, ahli fotografi makro, membagikan tips penting dalam memotret herpetofauna di alam bebas. Penggunakan kamera tambahan pada ponsel atau DSLR dengan tripod serta pencahayaan tambahan menjadi kunci untuk mendapatkan hasil foto yang tajam dan mendetail. Yanis juga menekankan pentingnya memahami teknik survival di alam. Yanis juga menjelaskan bahwa menggunakan pakaian yang nyaman, mempersiapkan alat, serta memahami kondisi medan menjadi langkah penting dalam menghindari bahaya di lapangan.

Jogja Biodiversity Festival 2024 ini tidak hanya menjadi ajang kompetensi pengumpulan spesies, tetapi juga menjadi langkah penting dalam mewujudkan citizen science di Yogyakarta. Data yang diperoleh akan memberikan gambaran yang lebih luas mengenai keberadaan dan kondisi herpetofauna di wilayah ini. Data ini akan menjadi dasar untuk tindakan lebih lanjut dalam pelestarian lingkungan serta mitigasi dampak perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati. Dengan partisipasi masyarakat dan kolaborasi berbagai pihak, festival ini diharapkan dapat menjadi fondasi penting bagi pembangunan database yang komprehensif dan terstruktur. Dengan begitu, langkah-langkah pelestarian herpetofauna di Yogyakarta dapat dilakukan secara tepat dan berkelanjutan.

Salam konservasi!

 

 

 

Penulis naskah: Desy Rachmawati, S.S.

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)