Bali Barat – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta melakukan kunjungan studi banding ke Balai Taman Nasional Bali Barat (BTN Bali Barat), Senin (7/10/2024). Studi banding tersebut untuk mempelajari lebih lanjut mengenai pengelolaan satwa—terutama satwa dilindungi, yakni Jalak Bali atau yang dikenal dengan nama lokal Curik Bali. Tentunya studi banding ini difokuskan pada upaya pelestarian, pemantauan, dan pelepasliaran satwa yang berstatus dilindungi undang-undang serta terancam punah.
Membicarakan satwa yang terancam punah, pulau Bali memiliki Curik Bali—yang telah ditetapkan sebagai satwa simbol Provinsi Bali sejak tahun 1991 lalu. Curik Bali, si satwa endemik ini memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati yang ada di provinsi Bali. Tak hanya menjaga keanekaragaman saja, Curik Bali juga menjadi salah satu satwa kebanggaan masyarakat Bali. Hanya saja, sejak tahun 1970-an, Curik Bali memiliki status terancam punah. Status tersebut berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) serta terdaftar dalam Appendix I CITES. Dengan adanya status tersebut, tentunya perdagangan satwa Curik Bali sangat dilarang oleh undang-undang.
Kemudian, untuk menjaga keberlanjutan habitat Curik Bali, salah satu langkah yang dilakukan oleh BTN Bali Barat adalah melakukan mekanisme penangkaran. Tentunya penangkaran yang dilakukan sudah berizin dan sesuai dengan regulasi konservasi. SPTN Wilayah III Labuan Lalang merupakan salah satu dari 3 site release Curik Bali yang ada di BTN Bali Barat—selain Cekik (SPTN 1) dan Brumbun (SPTN 2). Resort konservasi Teluk Rima sendiri menjadi tempat khusus untuk pelepasliaran Curik Bali. Mula-mula, Curik Bali dilepasliarkan di Brumbun, kemudian pada tahun 2011 muncul rekomendasi untuk melepasliarkan di site lain, seperti Teluk Rima, Gilimanuk, dan Lampu Merah.
Untuk site Lampu Merah sendiri, kandang habituasi yang digunakan belum permanen. Sementara itu, di site Teluk Rima, sudah disiapkan kandang habituasi permanen untuk mendukung adaptasi Curik Bali sebelum nantinya akan dilepasliarkan ke alam liarnya. Sebagai upaya untuk mendukung pembinaan habitat Curik Bali, 20 sarang buatan pun telah disiapkan di Teluk Rima. BTN Bali Barat juga menjelaskan bahwa pelepasliaran Curik Bali di Resort Teluk Rima bersifat soft release, di mana sehabis pelepasliaran, satwa Curik Bali masih diberi makan untuk membantu mereka dalam beradaptasi.
Selain itu, pemantauan Curik Bali juga dilakukan secara berkala, yakni tiap pagi dan sore hari. Hal ini untuk memantau kondisi burung Curik Bali. Penggunaan binokuler sendiri untuk melihat ada tidaknya ring di kaki burung. Sebab, burung yang memiliki ring menandakan hasil penangkaran, sedangkan yang tidak memiliki ring dianggap sebagai ‘F nol’ atau burung yang muncul dan lahir di alam liar.
Pelestarian Curik Bali sendiri masih memiliki tantangan, yakni adanya konflik dengan masyarakat setempat. Ini karena Curik Bali terkadang masih mengambil makanan di kebun warga, seperti pisang dan pepaya. Untuk mengatasi konflik tersebut, pelaku konservasi, seperti BTN Bali Barat melakukan pendekatan dan komunikasi dengan masyarakat terkait dengan pelestarian Curik Bali tanpa merugikan warga. BTN Bali Barat sendiri berkomitmen untuk melakukan pembiakan, pelepasliaran, pembinan habitat, serta pengamanan agar mendukung pelestarian Curik Bali.
Dengan melakukan monitoring rutin, diketahui bahwa jarak jelajah Curik Bali berada pada radius 1,5-2 km. Dan melalui pengamatan pada puncak-puncak musim kemarau, diketahui bahwa Curik Bali setiap sore akan kembali ke habitatnya di Teluk Rima, yakni sekitar 314-350 ekor. Sebagai tambahan informasi, pengelolaan Curik Bali sendiri tidak hanya dilakukan oleh petugas BTN Bali Barat. Namun, juga melibatkan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) yang secara aktif melakukan monitoring pada gerak-gerik Curik Bali yang menyebar di beberapa titik lokasi.
Selain MMP, pengelolaan Curik Bali juga dibantu oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) yang memiliki peran mendukung dalam pelestarian, seperti melakukan pembiakan, pelepasliaran, dan pembinaan habitat. Kemudian, untuk memastikan bahwa populasi Curik Bali tetap terpantau. Sensus dua tahunan pun dilakukan dengan menggunakan metode penjelajahan dan concentration count. Berdasarkan hasil monitoring terbaru, populasi Curik Bali yang ada di seluruh kawasan BTN Bali Barat yakni mencapai 600 ekor, dan khusus pada resort Teluk Rima ada sekitar 350-an ekor.
Nah, studi banding yang dilakukan oleh BKSDA Yogyakarta ke BTN Bali Barat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pembelajaran yang berharga. Terutama wawasan dan pembelajaran mengenai upaya penyelamatan satwa langka yang dilindungi oleh undang-undang.
Salam konservasi!
Sumber: Donna Susanti, S.Hut., M.P.A.
Penulis naskah: Desy Rachmawati, S.S.
Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta
Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)