Yogyakarta – Ketegangan antara petani dan monyet ekor panjang/MEP  (Macaca fascicularis) masih menjadi cerita sehari-hari di Kalurahan Giritirto, Kapanewon Purwosari. Hasil panen jagung, ketela, pisang, hingga pepaya sering gagal karena ladang diserbu kawanan satwa ini. Bagi petani, setiap musim panen bukan lagi saat penuh suka cita, melainkan kecemasan.

“Setiap musim panen, hati kami berdebar, bukan karena gembira, tapi takut tiba-tiba ladang diserbu,” ungkap seorang warga Giritirto, Purwosari.

Menangkap keresahan warga tersebut, Aliansi KKN UIN Sunan Kalijaga Angkatan 117 gabungan lima posko di lima padukuhan terdampak menggelar Sarasehan Strategi Penanganan Monyet Ekor Panjang dan Ketahanan Pangan, Selasa (12/8/2025), di Aula Balai Kalurahan Giritirto, Kapanewon Purwosari. Mengusung semangat dialog multipihak, acara ini menghadirkan narasumber dari Balai KSDA Yogyakarta,  Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul, dan Walhi DIY.

Dalam sambutannya, Lurah Giritirto, Haryono, S.H.,  mengajak seluruh pihak untuk mencari solusi yang berimbang. “Kita tidak hanya memihak manusia, tetapi juga mempertimbangkan hak hidup satwa,”tegasnya. 

Kusmardiastuti, S. Hut., M.P., PEH Ahli Madya dari Balai KSDA Yogyakarta mengungkapkan bahwa MEP merupakan satwa sosial yang hidup berkelompok, menyukai habitat sekunder di tepi sungai, pantai, atau hutan, dan memakan hampir segala jenis makanan. Namun perkembangan pariwisata dan menyempitnya sumber makanan memaksa mereka mencari pangan ke perkampungan. 

“Meski dianggap hama di sini, di dunia monyet ekor panjang justru tergolong langka,” jelasnya. 

Sementara itu, perwakilan dari DLH Kabupaten Gunungkidul menegaskan, konflik manusia dan MEP ini  bukan bagian dari sejarah, tetapi dampak dari terganggunya ekosistem. “Solusi terbaik bukan memusnahkan, tapi mengembalikan keseimbangan alam. Satwa butuh ruang hidup, manusia pun butuh rasa aman,” tegasnya.

Diskusi berlangsung hangat, penuh cerita lapangan, data ilmiah, dan usulan kreatif. Ada beberapa usulan dalam penanganan konflik manusia dan MEP, antara lain program penanaman tanaman pakan di pinggiran hutan, pembuatan sistem pertanian terpadu agar MEP tak tertarik mendekat, serta penguatan lintas sektor. 

Sarasehan ini menjadi titik awal untuk merancang strategi bersama bukan hanya mengusir, tetapi membangun koeksistensi antara manusia dan monyet. Warga berharap, ke depan mereka bisa panen dengan tenang tanpa kehilangan hak untuk hidup berdampingan dengan satwa. Dari Giritirto, sebuah ikhtiar kecil dirajut untuk mencari titik temu antara kebutuhan manusia dan keberlangsungan alam.



 

Sumber informasi: Kusmardiastuti, S. Hut., M.P., PEH Ahli Madya dari Balai KSDA Yogyakarta

Penulis naskah: Tri Hastuti Swandayani, S.Kom., M.Si 

Editor: Tim Kehumasan BKSDA Yogyakarta

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)