Yogyakarta – Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Batu Gamping, yang terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, memiliki peran yang sangat istimewa dalam budaya Jawa, khususnya dalam tradisi upacara adat Saparan Bekakak. Bukan hanya sebagai latar belakang yang indah, tetapi juga memiliki makna spiritual dan historis yang mendalam bagi masyarakat setempat.

Saparan Bekakak sendiri merupakan upacara adat yang dilakukan setiap tahun, tepatnya setiap hari Jumat pada bulan Sapar—sesuai kalender Jawa (upacara adat Saparan Bekakak sudah dilakukan sejak tahun 1756). Bekakak sendiri merupakan sepasang pengantin Jawa yang terbuat dari tepung ketan. Biasanya Bekakak dibuat H-1 di pendopo rumah Kepala Dusun Gamping Kidul. Untuk proses memasaknya, tepung ketan dikukus dan dibentuk serupa boneka pengantin.

Tak hanya itu, boneka pengantin Bekakak juga didandani layaknya manusia. Uniknya lagi, terdapat prosesi midodareni, yakni prosesi pengantin adat Jawa pada umumnya. Sebagai tambahan informasi, upacara adat Saparan Bekakak sendiri memiliki sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan kisah Ki Wirosuto, seorang abdi dalem yang setia pada Sultan Hamengkubuwono I.

Dikisahkan, Ki Wirosuto memilih tinggal di gua-gua Batu Gamping setelah kraton berpindah ke Yogyakarta. Dengan demikian, Batu Gamping pun dianggap sebagai tempat yang sakral dan memiliki kekuatan spiritual. Upacara Saparan Bekakak yang digelar di sini menjadi bentuk penghormatan kepada Roh Ki Wirosuto dan juga sebagai permohonan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat.

Puncak prosesi Saparan Bekakak sendiri adalah kirab budaya. Kirab budaya Saparan Bekakak sendiri dilaksanakan pada hari Jumat (19/08/2024), setelah waktu Dzuhur. Peserta kirab budaya sendiri terdiri dari bregodo, bekakak, genderuwo, gunungan sayur dan buah, rombongan warok, serta ogoh-ogoh. Kirab dimulai dari lapangan Ambarketawang yang kemudian diarak menuju CA dan TWA Batu Gamping. Iring-iringan kirab budaya Saparan Bekakak ini sendiri dipimpin oleh Bupati Sleman dan lurah Ambarketawang yang naik andong saat menuju lokasi penyembelihan Bekakak.

Setelah sampai lokasi CA dan TWA Batu Gamping, Bekakak pun disembelih. Kemudian, Bekakak dan sesaji—termasuk gunungan sayur dan buah—yang telah disiapkan, dilemparkan dan dibagikan kepada warga yang datang. Masyarakat pun berebut mendapatkan bagian dari Bekakak yang dipercaya dapat memiliki berkah.

Salam budaya! Salam lestari!

 

Dokumentasi foto:

 

 

 

Sumber informasi: Desy Rachmawati, S.S. (Pranata Humas Ahli Pertama BKSDA Yogyakarta)

Penulis naskah: Desy Rachmawati, S.S. (Pranata Humas Ahli Pertama BKSDA Yogyakarta)

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta

Kontak informasi: Call Center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)