Yogyakarta, 28 Februari 2023. Balai KSDA Yogyakarta melakukan koordinasi dalam rangka mencari sosok yang pantas diusulkan sebagai penerima penghargaan kalpataru (8-9/02/23). Penghargaan Kalpataru merupakan penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup di Indonesia. Di dua lokasi calon penerima kalpataru, pertama yaitu Rohim Budi Utomo (Mbah Ngadimo) telah melakukan kegiatan konservasi dengan melakukan penanaman di Alas Tlawah, Padukuhan Natah Kulon, Kelurahan Natah, Kapanewon Nglipar, Gunung Kidul yang merupakan Sultan Ground dengan luas 3 (tiga) hektar. Penanaman dilakukan sejak tahun 1995 dengan jenis tanaman bulu, beringin, jati, elo, kepoh, keben, randu alas, nyamplung. Alas Tlawah yang dulunya merupakan lahan tandus yang didominasi perdu dan akasia.  Motivasi Mbah Ngadimo melakukan penanaman adalah karena sumber air di daerah ini kering, harapannya dengan penambahan sumber air akan ada lagi.  Usaha ini membuahkan hasil dimana pada tahun 2015 sumber air Gayang yang letaknya persis di bawah alas Tlawah hidup kembali dan mengaliri puluhan hektar sawah-sawah petani dan digunakan oleh sekitar 50 kepala keluarga penduduk Natah Kulon untuk kebutuhan sehari-hari. Pada masa ini penanaman masih dilakukan masyarakat, ditambah dengan jenis tanaman buah-buahan dengan membentuk Kelompok Kebun Buah Gunung Joyo di tempat lainnya yang juga merupakan Sultan Ground dengan luas 5 hektar.

Di Lokasi kedua, koordinasi dilakukan dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran di Jl. Ngoro-oro Ombo, Ngoro-oro, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul. Pokdarwis Nglanggeran ini dibentuk berdasarkan Keputusan Lurah Nglanggeran Nomor: 16/KPTS/2021 tentang Kelompok Sadar Wisata Nglanggeran Kapanewon Patuk Kabupaten Gunung Kidul Periode 2021-2026. Pokdarwis ini sudah melakukan kegiatan konservasi dengan menanam beberapa jenis tanaman yaitu jenis elo, beringin, belibis, gayam, randu, dhadhap, serep dengan lokasi yang dekat dengan sumber mata air sejak tahun 1999. Pada tahun 2006 sumber mata air hilang, kemudian dengan hijaunya kawasan maka mulai ada mata air kembali. Sumber mata air dapat dimanfaatkan untuk 405 kepala keluarga, untuk kebutuhan rumah tangga, peternakan sapi, peternakan kambing. Ekowisata sejak 2008 dan berdampak pada ekonomi masyarakat misalnya ada homestay, ada pedagang, pusat kuliner, kebudayaan. Ada griya coklat, griya spa, griya batik, kelompok kambing etawa. Budaya tetap terjaga misalnya ada seni tari, jathilan, reog, karawitan, gejoglesung dsb.

Semoga semakin banyak lagi tokoh maupun Pokdarwis yang tumbuh di Indonesia, khususnya di Yogyakarta ini, demi kelangsungan hidup dunia serta masa depan anak cucu kita ini, tetap semangat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup kita.

 

Sumber informasi: Tugimayanto (Polisi Kehutanan Balai KSDA Yogyakarta)

Penulis naskah: Puji Lestari (PEH Balai KSDA Yogyakarta)

Penanggung jawab berita: Kepala Balai KSDA Yogyakarta- Muhammad Wahyudi (HP 0852-4401-2365)

Kontak informasi: Call center Balai KSDA Yogyakarta (0821-4444-9449)